Lampung Utara, lensamedia.net – Sejumlah warga yang berasal dari Kecamatan Kotabumi Utara, Lampung Utara (Lampura) melakukan aksi unjuk rasa (unras) di kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat, Rabu (10/8/16).
Kedatangan Masyarakat tersebut untuk meminta Bupati Lampura, Agung Ilmu Mangkunegara, agar turun langsung menyelesaikan permasalahan sengketa lahan masyarakat dengan pihak Pemukiman Angkatan Laut. Tak hanya itu mereka juga meminta perlindungan Bupati atas intimidasi dan penyerobotan lahan yang dilakukan oknum Kimal.
Koordinator lapangan (Korlap), Subroto mengatakan, masyarakat hanya meminta agar Bupati bisa turun langsung menangani permasalahan ini. Lahan garapan masyarakat disana telah dipasang portal sehingga terputus lah akses. “Masyarakat mau panen hasil pertanian, tetapi tidak bisa, gimana mereka mau makan,” ujar Subroto.
Masalah inipun sebenarnya sudah dibawa sampai ke Pemerintah Pusat, bahkan telah ada surat dari Presiden melalui Sekretaris Kabinet (Seskab) yang intinya agar kimal menyerahkan hak-hak masyarakat. “Kita sudah bawa ke pusat. Saat ini tinggal diselesaikan lagi di daerah, maka itu kami minta Pak Bupati segera menyelesaikannya,” pungkas Subroto.
Sementara itu, Tokoh masyarakat dan adat Lampura, A. Akuan Abung yang ikut mendampingi aksi unras tersebut mengatakan, selaku penguasa daerah sudah menjadi kewajiban Bupati untuk turun tangan membela masyarakat yang terzolimi. “Sertifikat dan lahan mereka dirampas. Bagaimana mereka mau memanen kebun mereka kalo dipasang portal. Dan yang lebih ironis lagi alasan pemortalan itu mengandung unsur adu domba dengan alasan menjaga agar tanah tidak dirampas oleh masyarakat adat,” seru Akuan.
Kabar dirampasnya lahan pertanian oleh masyarakat adat, lanjut Akuan merupakan berita yang keliru. Terlebih, tanah tersebut merupakan warisan dari leluhur yang diperuntukan untuk masyarakat setempat . “Lampung ini Sai Bumi Ruwa Jurai, jadi siapapun yang tinggal di bumi pepadun mereka ialah masyarakat pepadun, begitu juga siapapun yang tinggal di daerah pesisir itu adalah masyarakat Sebatin. Jadi gak bener isu adu domba itu,” tegas Akuan.
Akhirnya perwakilan massa unraspun diterima langsung oleh Sekretaris Daerah kabupaten (Sekdakab), Samsir, dan Assisten I, Yuzar di ruang Siger pemkab setempat.
Dalam ruangan Siger itu pada intinya masyarakat desa Madukoro dan sekitarnya meminta Pemkab segera mungkin menyelesaikan masalah ini, terutama segera melepas atau membongkar portal yang telah dipasang oleh oknum-oknum kimal sehingga masyarakat bisa mengambil hasil perkebunan mereka untuk hidup sehari-hari. Kemudian mereka juga meminta keabsahan sertifikat yang telah mereka terima namun sebagian telah diambil pihak kimal.
Merespon hal hal itu pemkab Lampura berjanji akan segera mungkin menyelesaikan permasalahan ini. “Kita akan selesaikan masalah hari ini juga dengan memanggil pihak-pihak terkait seperti Kapolres, BPN, Kakimal, Dandim. Pokoknya hari ini harus ada keputusan,” tegas Sekda.
Terkait keabsahan sertifikat yang telah dimiliki masyarakat. Pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lampura menegaskan bahwa sertifikat yang telah dikeluarkan BPN adalah sah dan kuat secara hukum. ” Sertifikat adalah bukti terkuat kepemilikan tanah. Itu bisa dibatalkan melalui keputusan pengadilan, dan sampai saat ini tidak ada gugatan dari kimal sendiri,” terang Rustam yang mewakili Kepala BPN Lampura.
Dalam kesempatan itu pula perwakilan masyarakat, Subroto menyerahkan dokumen -dokumen yang dimiliki masyarakat kepada Asisten I, Yuzar yang juga selaku Ketua Tim 9 penyelesaian kasus sengketa tersebut.
(NK)