Bandar Lampung, www.lensamedia.net Fakta persidangan kasus mantan Bupati Lampung Tengah (Lamteng) Mustafa yang mengungkapkan telah memberikan uang sebesar Rp 18 miliar kepada petinggi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Lampung dan diduga adalah Wakil Gubernur Chusnunia Chalim dinilai pengamat akan membuat efek domino dan di prediksi menggangu konsentrasi Gubernur Arinal Djunaidi dalam mewujudkan program Lampung Berjaya.
Ketua Forum Demokrasi Lampung (Fordela) Indra Putra berpendapat, Wagub Nunik harus transparan dan tidak menghindari media untuk menjelaskan ke public agar tidak muncul asumsi yang spekulatif sehingga tidak menggangu konsentrasi sebagai wakil Gubernur dalam membantu Gubernur dalam menjalanakan roda pemerintahan.
“ Jelas sangat menggangu focus Arinal dalam menjalankan program Lampung Berjaya, akrena besar kemungkinan KPK akan kembali memanggil Nunik terkait apa yang diungkapkan Mustafa dalam persidangan beberapa waktu lalu,”tegas Indra, Kamis (17/10).
Jika memang benar dan terbukti apa yang diungkapkan Mustafa sambungnya, hal itu telah membuktikan jika pencalonan Nunik pada Pilgub lalu transaksional.
“ Artinya memang ada politik transaksional yang terjadi baik Mustafa maupun Nunik karena dari pengakuan Mustafa uang itu diperuntukkan sebagai biaya membeli perahu PKB namun akhirnya Nunik tidak menepati janji justru Ia yang mencalonkan diri menjadi Wagub dari partainya,”urainya.
Sebagai Ketua PKB Lampung lanjutnya, Nunik semestinya segera mengambil sikap karena hal itu jelas merugikan partainya secara kelembagaan.
“ Yang disebut partai PKB, jadi sebagai ketua partai idealnya Nunik segera menindaklanjuti persoalan itu jika terus dibiarkan dikhawatirkan opini yang terlanjur berkembang dipercaya public sebagai suatu yang benar-benar terjadi dan hal yang tidak mungkin jiak Mustafa hanya sekedar ngomong tanpa dasar dan bukti yang jelas,”katanya.
Diberitakan sebelumnya mantan Bupati Lampung Tengah (Lamteng) Mustafa yang saat ini menjadi tahanan KPK, membenarkan dirinya telah menyerahkan uang sebesar Rp18 Miliar ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Lampung.
Itu terungkap pada pada sidang perkara Simon Susilo dan Budi Winarto als Awi, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (7/10) lalu.
Uang tersebut digunakan Mustafa untuk membeli perahu saat pencalonan dirinya pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Lampung 2018 lalu atas permintaan petinggi PKB Lampung.
Mustafa mengatakan, Rp14 Miliar dia peroleh dari pinjaman ayah kandungnya, kerabat dan menggadaikan aset pribadi. Setelah terkumpul uang tersebut lalu diserahkannya kepada dua orang petinggi PKB Lampung pada 2017 lalu.
“Namun kenyataannya PKB mengingkari dan mengkhianati saya. Saya hanya dimanfaatkan, dipermainkan dan dibohongi oleh CH, karena ternyata CH sendiri yang maju sebagai wakil gubernur,” ungkap Mustafa.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sobari usai persidangan juga membeberkan keterangan Mustafa.
“Pada sidang terungkap Mustafa menyerahkan dana Rp18 Miliar ke PKB sebagai mahar. Namun uang tersebut telah dikembalikan sebesar Rp14 Miliar yang merupakan uang pribadi Mustafa, sedankan Rp4 Miliar yang bersumber dari ijo proyek belum dikembalikan,” ungkap Sobari.
Sementara, pada sidang perkara Simon Susilo dan Budi Winarto als Awi, lanjut Sobari, Mustafa juga membenarkan adanya pengumpulan uang sebesar Rp12, 5 Miliar. Dari Simon Rp7,5 Miliar dan dari Awi Rp5 Miliar berdasarkan laporan Kadis Bina Marga Taufik Rahman.
“Mustafa hanya menerima laporannya saja. Sementara uangnya mengalir ke anggota DPRD Lampung Tengah,” ungkapnya(red)
