Pringsewu, www.lensamedia.net – Maraknya alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Kabupaten Pringsewu khususnya di Kecamatan Pringsewu sepertinya semakin tak terkendali, ironisnya alih fungsi lahan tersebut justru terjadi di lahan yang sudah dilengkapi sarananya seperti irigasi yang masih berfungsi cukup baik.
Mengapa proses alih fungsi lahan seperti nya begitu mudahnya menjadi pertanyaan tersendiri, sepertinya kebutuhan untuk alih fungsi lahan menjadi peluang untuk memperoleh keuntungan bagi pemangku kepentingan. Karena jelas adanya upaya mempermudah transaksi jual beli dari petani sebagai pemilik lahan kepada pemodal, tentunya pemodal dalam rangka memperoleh keuntungan sebesar-besarnya merubah fungsi lahan untuk dijadikan tempat usaha atau fungsi lain.
Padahal jelas adanya larangan alih fungsi lahan yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 17 tahun 2013 dan Peraturan Gubernur Nomor 63 tahun 2014 dengan Ancaman pidana hingga denda Rp1 miliar pun tak digubris karena tidak adanya ketegasan dari para pemangku kepentingan.
Penelusuran alih fungsi lahan yang terjadi di RT. 03 Lingkungan IV Pringsewu Utara Kecamatan Pringsewu saat kami konfirmasi ke H. Ibun sebagai pemilik lahan tersebut, Jum’at, (24/02) mengatakan bahwa dirinya sudah meminta ijin kepada beberapa pejabat tinggi yang ada di Kabupaten Pringsewu dan menurutnya bahwa lahan tersebut merupakan lahan yang tidak produktif alias lahan kering, fakta di lapangan petani masih menanam padi di lahan tersebut.
“ Saya sudah meminta ijin kepada Pak Kasat, saya juga dekat dengan Abah’ tetapi tanah tersebut bukan milik saya melainkan milik keponakan saya temui saja si Agun winoro, sudahlah bantu kami jangan dipermasalahkan karena kita sama-sama warga Pringsewu.” Ucapnya tanpa memperjelas siapa yang dimaksud dengan Pak Kasat dan abah.
Senada yang diucapkan oleh pemilik lahan yang saat ini masih diproses pembangunanya, saat ditemui di ruang kerjanya, Agun winoro membantah melakukan alih fungsi lahan yang belum lama dibelinya.
“ Saya ini kan warga Indonesia, dimana mungkin orang tua atau mbah kita ikut berjuang untuk kemerdekaan, saya ini hanya mau buat rumah karena sampai saat ini saya belum mempunyai rumah, karena di situ harga tanah nya murah maka tanahnya saya beli, pada surat perjanjian jual beli keterangan obyek lahan dirubah menjadi lahan pekarangan namun untuk bisa dibangun kan harus dilakukan pengurukan (penimbunan) saya sudah kordinasi dengan pihak PU serta berkomunikasi dengan warga sekitar, dan diperbolehkan untuk membuat jembatan pada saluran irigasi serta penimbunan pada badan jalan, jika sudah selesai diratakan kembali” Kilahnya.
Disinggung soal ijin lingkungan kami sudah minta ijin kepada masyarakat tapi hanya secara lisan tidak tertulis dan perbedaan pada surat jual beli tanah yang menerangkan bahwa lahan tersebut merupakan tanah pekarangan namun fakta dilapangan merupakan lahan pertanian Agun berkilah untuk menanyakan persoalan tersebut pada yang berwenang.
“ Kalau mau kita sama-sama temui pak RT dan Pak Carik Pringsewu Utara biar jelas persoalan itu,” kilahnya.
Diberitakan sebelumnya bahwa diduga pembangunan yang ada di RT.03 Lingkungan IV Pringsewu Utara berada pada lokasi lahan pertanian produktif karena berdekatan dengan saluran irigasi dan dirubah fungsinya oleh pemilik lahan yang baru menjadi rumah hunian, dan dalam proses pengerjaanya dikeluhkan warga terkait dengan adanya timbunan tanah yang merubah struktur badan jalan . Penimbunan jalan itu sendiri adalah dalam upaya membuka akses mobilisasi untuk proses penimbunan lahan pertanian tersebut. (Yuda )
