Pringsewu, www.lensamedia.net – Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Pringsewu terkesan melegalkan SMP Negeri di kabupaten pringsewu memperjual belikan buku LKS (Lembar kerja siswa), pasalnya hingga kini belum ada pihak sekolah dalam hal ini Kepala Sekolah (Kepsek) yang dikenakan sanksi. Tapi justru sebaliknya, masih ada sekolah nakal yang tetap nekat menjual buku.
Padahal dalam Peraturan Meteri pendidikan Nasional RI Nomor 2 tahun 2008 tentang buku pada pasal 11 sangat jelas disebutkan bahwa : “pendidik, tenaga pendidik, anggota komite sekolah atau madrasah, dinas pendidikan pemerintah daerah, pegawai dinas pendidikan pemerintah daerah dan/ atau koperasi yang beranggotakan pendidik dan/ atau tenaga pendidikan satuan pendidikan, baik secara langsung maupun bekerjasama dengan pihak lain, dilarang bertindak menjadi distributor atau pengecer buku kepada peserta didik di satuan pendidikan yang bersangkutan atau kepada satuan pendidikan yang bersangkutan kecuali untuk buku-buku yang hak ciptanya pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (4) dan dinyatakan dapat diperdagangkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 1”. Dan sanksinya sangat jelas diatur dalam bab 10 pasal 14 tentang sanksi yang melanggar pasal 11 akan disanksi sesuai perundang-undangan yang berlaku.
Namun saat di konfirmasi Kepala Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kabupaten Pringsewu, Tri prawoto mengatakan selama ini saya belum mengetahui kalau SMP menjual belikan LKS.
“selama ini dinas pendidikan belum mengetahui kalau SMP masih jual beli LKS, kalau memang SMP masih menjual belikan LKS tentunya di luar sepengetahuan kami mingkin saja MKKS nya” terang kadis pendidikan dan kebudayaan, Tri prawoto, jum’at (24/3).
Lanjut Tri prawoto, mengatakan bahwa di kabupaten pringsewu ada 53 SMP swasta dan negeri”di kabupaten pringsewu ada 53 SMP baik negeri maupun swasta tentunya akan kami monitoring terlebih dahulu sebab selama ini kami belum mengetahui kalau ada SMP yang meperjual belikan LKS”ungkap Tri prawoto.
Untuk di ketahui di SMP Negeri 4 Pringsewu, siswi kelas 1 semester dua berinisial EL mengungkapkan, bahwa setiap semester ia harus membeli buku Lembaran Kerja Siswa (LKS) sebanyak 7 buku mata pelajaran seharga Rp69 ribu .
” Ya pak kita diwajibkan oleh guru setiap semester beli buku LKS di kantin sekolah, IPA, Bahasa Lampung, prakarya, Pendidikan Agama Islam, PPKN, matematika, Bahasa Inggris, kalau gak beli disuruh fotocopy karena gurunya males mencatat di papan tulis,” tutur EL kepada Bongkar Post, Kamis (23/3/2017).
Begitu juga yang terjadi di SMP Negeri 3 Pringsewu, SP salah seorang siswa kelas 2 ini mengaku setiap semester harus membeli Lembaran Kerja Siswa (LKS) sebanyak 8 buku mata pelajaran seharga Rp105 ribu.
“Bukan saya saja om yang membeli buku LKS, tapi semua siswa/i yang sekolah disitu dari kelas satu sampai kelas tiga, guru kami mengarahkannya membeli di toko dekat sekolahan yang sudah disediakan,” ujar SP. terang Endang, Rabu (22/3).
Persoalan yang sama juga terjadi di SMP Negeri 1 Ambarawa, yang juga mewajibkan siswa/i – nya membeli buku LKS. Salah satu siswa mengungkapkan bahwa setiap per semester pihak sekolah menjualbelikan buku Lembaran Kerja Siswa (LKS) sebanyak 9 buku mata pelajaran seharga Rp100.000.
“Diharuskan beli buku LKS seharga Rp100.000 per semester jumlahnya 9 buku mata pelajaran,” kata siswa SMP Negeri 1 Ambarawa ini yang minta namanya tak disebut.
Sementara, saat dikonfirmasi, Kepala Sekolah SMPN 1 Ambarawa, Sunardi menepis adanya praktek jual beli LKS di sekolahnya.
”Di sekolahan kami ini tidak ada yang jual LKS atau buku mata pelajaran lainnya, kalau itu memang ada itu bukan kami, kebetulan di sekolahan kami ada salah satu guru honor yang suaminya jual LKS, itu pun di rumah dia, bukan di sekolahan,“ terang Sunardi, saat dikonfirmasi.
Ia menegaskan, kalau memang ada yang jual LKS tentunya diluar sepengetahuan dirinya.
“Saya hanya melanjutkan program – program kepala sekolah yang dulu. Kalau ada yang jual LKS, tentunya bukan saya, sebab selama ini tanpa ada ijin ke saya terlebih saya hanya melanjutkan program-program kepala,sekolah terdahulu, Bapak Mukoddas,” kelitnya.
Sementara, hingga berita ini diterbitkan, Kepala SMP Negeri 3 Mukoddas dan Kepala Sekolah SMP Negeri 4 Rahmanto, belum bisa diminta keterangan. (fakih).