Namun jika kohe yang ada tidak diperlakukan dengan bijak apalagi dalam sekala besar maka akan menjadi persoalan tersendiri. Seperti yang diungkapkan dan dikeluhkan petani yang ada dusun Tulungrejo III Pekon Tulung agung Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu tempat dimana terdapat sebuah usaha penggemukan sapi yang menghasilkan limbah padat (kohe) maupun limbah cair dari proses pembersihan kandang.
Saat media ini mencoba menelusuri ke lokasi pembuangan limbah kohe tersebut Rabu (20/12), diungkapkan oleh Samiran satu petani yang memiliki lahan sawah berdekatan dengan kandang penggemukan sapi tersebut mengatakan sudah dua tahun terakhir hasil padi yang dihasilkan sawahnya menurun drastis, sebelum terkena dampak dari limbah tersebut hasil dari sawahnya bisa mencapai satu ton, kalau saat ini menurun hanya bisa menghasilkan 5 kwintal saja.
“Petani disini mengeluhkan limbah cair yang berasal dari kandang, bukan hanya soal baunya saja tetapi juga berkaitan dengan sawah yang kami garap, air limbah berwarna kebiruan yang masuk ke sawah kami memang menyebabkan tanaman kami tumbuh subur tetapi tidak normal, hanya batang dan daunnya yang subur lebih hijau dan tebal tapi bulir gabah yng dihasilkan banyak yang gabuk(kosong),” ungkapnya.
“Dulu petani disini pernah protes karena tanaman kami mengalami fuso, yang kemudian dari pihak pengusaha membuatkan parit yang dialirkan ke telaga gupit, tapi hanya sebagian saja yang dibuatkan drainase dan talut, sehingga air tersebut terkadang masih masuk ke sawah kami,” keluhnya.
Bahkan Parahnya lagi, pembuangan air limbah kotoran sapi tersebut mengalir sepanjang lebih kurang 1 kilometer menuju ke Telaga Gupit yang lokasinya berada di Pekon Mataram Kecamatan Gadingrejo, sedangkan telaga Gupit tersebut yang digembor-gemborkan oleh pemkab Pringsewu untuk menjadi salah satu destinasi objek wisata yang baru beberapa Minggu yang lalu diresmikan, sangat disayangkan apabila limbah tersebut dibiarkan begitu saja bisa menjadi pencemaran lingkungan di wilayah telaga Gupit tersebut.
Sedikit berbeda yang diungkap oleh Tanto yang saat kami temui dilokasi juga seusai membajak sawah miliknya.
“Bagi petani yang tahu dan faham limbah cair ini justru bisa dijadikan pupuk organik sebagai pengganti pupuk kimia dan hasilnya sama bagusnya. Tapi bagi yang belum tahu dan tidak mengerti caranya, hasil panennya tidak maksimal karena tanaman padi lebih subur pada bagian batang dan daunnya, dan hasil gabahnya tidak maksimal,” jelasnya.
Benni pemilik usaha penggemukan sapi saat ditemui wartawanlensamedia.net dihari yang sama membantah jika usaha ternaknya mengalirkan limbah ke areal sawah disekitar kandang miliknya.
“Yang kami buang keluar hanya air hujan sedangkan limbah padatnya kami kumpulkan karena banyak masyarakat yang membutuhkan untuk dibuat pupuk organik. Toh kalau ada aliran air itu hanya rembesan saja kandungannya limbahnya tidak lebih dari 10%,” elaknya benni
Melalui sambungan seluler saat dikonfirmasi Kamis (21/12), kepala pekon Tulung agung, Amin mengatakan bahwa belum pernah ada aduan atau pun keluhan dari masyarakat terkait limbah kohe pada usaha penggemukan ternak sapi yang ada di pekonnya.
“Belum ada laporan yang masuk ke kantor pekon tentang keluhan warga soal limbah dari usaha penggemukan sapi tersebut, sepengetahuan saya usaha tersebut sudah mengantongi ijin. Bahkan pemilik kandang sering memberi kontribusi positip untuk kegiatan kepemudaan yang ada dipekon2 kami” tukasnya.(yuda)